Rabu, 05 Agustus 2015

Melihat Lebih Dekat Kampoeng Tenun BNI Desa Muara Penimbung



Berdayakan 200 Ibu-ibu Rumah Tangga

Ilham – OGAN ILIR SUMATA SELATAN





11 FEBRUARI 2010 merupakan momentum bersejarah bagi masyarakat Desa Muara Penimbung Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir. Desa yang terletak cukup jauh dari pusat kota ini, mendapatkan kehormatan dibangunnya Galeri Kampoeng Tenun BNI dan sentra kerajinan songket Sumsel. Tidak tanggung-tanggung, kala itu BNI melibatkan tokoh kharismatik asal Sumsel, Hatta Rajasa, yang juga saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator Perkonomian, untuk meresmikannya.

Meski sudah berusia hampir enam tahun, namun kondisi bangunan yang dibuat membentuk rumah tradisional khas Palembang, yakni rumah limas masih terawat dengan baik. Desa Muara Penimbung letaknya sekitar 6 kilometer dari jalan raya Indralaya.Tidak jauh dari Pondok Pesantren Al Ittifaqiyah, terdapat gerbang menuju desa yang terbuat dari bahan cor beton. Bagian atas dibuat melengkung, menghubungkan kedua tiang, nampak tulisan Kampoeng BNI Tenun Sumatra Selatan, kemudian di bagian tiang penyanga, terdapat logo Pemprov Sumsel, Kabupaten OI, dan BNI.
 
Masuk menelusuri jalan yang lebarnya tidak lebih dari lima meter ini, sekitar 6 kilo meter terdapat satu bangunan membentuk rumah limas, halaman bangunan ini terlihat paling luas di antara rumah warga yang berada di sekitarnya. Warna oranye khas BNI di tiang bangunan yang terbuat dari cor beton ini terlihat sangat mencolok. Plang nama yang berukuran panjang lebih dari dua meter bertuliskan galeri tenun Sumatra Selatan Kampoeng BNI, juga terlihat jelas.

Bangunan Kampoeng Tenun BNI, dibuat dua lantai. Pada bagian lantai yang terbuat dari bahan material keramik warna putih, nampak beberapa ibu-ibu muda sejak pagi mulai mengayuh tangan menganyam setiap helai benang untuk ditenun. Ruangan yang terbuka yang hanya ditutupi spanduk bergambar BNI, membuat suasana ruangan di lantai bawah terasa sangat adem dan nyaman. Ibu-ibu yang menenun tampak semangat, secara bergantian menghentakkan kayu tenun. Duduk berjejer dengan posisi berdekatan membuat mereka dengan leluasa menenun kain sambil bercengkrama.

Deretan peralatan tenun baik yang dipakai maupun yang masih tersisih, terlihat menghiasi setiap suduk ruangan yang sengaja dibuat terbuka tanpa sekat ini. Sejak pagi hari, biasanya puluhan ibu-ibu ramai-ramai mendatangi rumah ini untuk bekerja membuat songket khas Sumsel. Naik ke lantai dua, tepatnya di bagian isi dalam rumah, dengan melewati tangga yang terpajang berbentuk diagonal berbahan keramik, kita dapat melihat lentera teras rumah yang memanjang. Dari teras melihat ke dalam rumah terlihat deretan lemari hias yang terbuat dari bahan ukiran langsung menjadi santapan menyejukkan untuk mata. Apalagi, ketika melihat ke sisi samping ruangan tampak patung yang menyerupai manusia lengkap, dengan balutan kain songket asli buatan masyarakat setempat menjadi penglihatan yang membangkitkan gairah berbelanja.

Di dalam rumah ini, tidak kurang dari tiga lemari tempat menyimpan setiap stok songket yang diproduksi di Kampoeng BNI ini. Ratusan motif songket jenis terbaru terpajang di dalam lemari. Bahkan sebagian ada yang terpajang menggunakan patung. Meski bangunan ini berbentuk rumah limas namun BNI membangunnya untuk galeri pembuatan dan penjualan songket khas Sumsel di daerah Muara Penimbung. Sebab, di sini mayoritas pekerjaan wanita adalah menenun songket. Pekerjaan ini sudah dilakukan secara turun temurun.
Meski hanya galery, namun di dalam rumah ini juga tersedia tempat untuk istirahat, sofa untuk ngobrol hingga tempat tidur. Meski sudah lengkap hanya saja pengurusnya tidak memperbolehkan masyarakat sekitar untuk memasak di dalam rumah tenun ini. Namun, boleh kalau hanya untuk tidur.
 
Mardiah, penanggung jawab sekaligus ketua Kelompok Kampoeng Tenun BNI menceritakan, semenjak didirikan 11 Februari 2010 lalu, saat ini sudah ada 200 lebih masyarakat yang bergabung dalam Kamponge Tenun BNI ini. Dari jumlah itu terdapat enam kelompok yang bertanggung jawab terhadap semua anggota.
Meski tempatnya berada di desa Muara Penimbung Kecamatan Indrala namun, pengurus dan ketua kelompok tidak membatasi masyarakat daerah lain untuk ikut bergabung ke dalam kelompok. Makanya kecamatan tetangga seperti Pemulutan Barat dan Pemulutan Selatan banyak bergabung untuk ikut dalam Kampoeng Tenun BNI. Sebab, kelebihan pengrajin tenun ikut dalam kelompok ini bisa mendapatkan akses kemudahan mendapatkan pinjaman modal dari BNI untuk pengembangan usaha.

Jumlah anggota yang ada di Kampoeng Tenun ini selalu flexibel. Sebab, ketika ada anggota yang masuk ada juga yang keluar. Namun, biasanya yang keluar dari keanggotaan merupakan anggota yang bermasalah. “Kami tentu sangat berterima kasih kepada Bank BNI, sebab semenjak dibangunkan Kampoeng BNI ini kami memiliki wadah untuk membuka usaha. Sekaligus tempat berkumpul sesama pengrajin songket. Apalagi BNI selalu melibatkan kami dalam setiap event pameran yang mereka ikuti, ini tentu sangat membantu dalam hal pemasaran produk,” tuturnya.

Kampoeng Tenun BNI ini merupakan kampung binaan Bank BNI untuk memproduksi kain tenun asli daerah yakni kain Songket. Sebelum adanya Kampoeng ini, kain songket dari usaha rumah tangga di Muara Penimbung masih belum mampu mendongkrak produktivias dan kesejahteraan warganya. Dengan program BNI yang disebut PKBL, (program Kerja Bina Lingkungan) BNI sebagai pembina. Para penenun diberikan pelatihan, binaan, modal, dan pemasyaran.

Dia menatakan, semenjak Kampoeng BNI ini diresmikan, jajaran pajabat dan petinggi BNI selalu rutin berkunjung, baik membawa pelatih songket atau sekedar mengecek bangunan terkadang mereka menggelar acara ditempat ini, tujuannya tentu untuk memperkenalkan kain songket yang diproduksi di kampoeng ini.
Sekitar 200 anggota Kampoeng BNI, sejauh ini sudah sangat merasakan berkah dari dibangunnya tempat ini, apalagi setiap ada kesempatan BNI selalu rutin mendatangkan ahli songket yang datang dari luar. Para ahli ini datang untuk memberikan pemahaman yang baru kepada anggota. Bukan hanya teknik pemasangan, namun teknik rumit seperti pencungkitan hingga pembuatan benang alami yang terbuat dari pewarna alam dari aneka tumbuhan.

Pelatihan pembuatan benang yang terbuat dari bahan pewarna alam ini, sudah dilakukan sejak tahun lalu. Hasilnya saat ini Kampoeng BNI sudah mampu memproduksi kain tenun dengan motif yang lebih lembut, sebab benang tenun dibuat secara alami. Terobosan baru membuat kain tenun dengan bahan benang yang terbuat dari pewarna alam dari bahan tumbuhan ini hanya ada di Kampong Tenun BNI ini. Sebab meski daerah lain banyak memproduksi songket dengan motif yang sama, namun untuk bahan benang alam ini baru ada di Desa Muara Penimbung.

“Ini tentu menjadi keseriusan BNI dalam membantu kami mengembangkan usaha, bukan hanya menyediakan tempat yang layak, namun membuat progam, menghadirkan guru ahli hingga membantu menjual. Saya pribadi pernah diajak kebali untuk mengikuti pameran di ajang pertemuan OPEC di Bali tahun lalu,” tegas dia.
Kain songket yang terbuat dari bahan benang pewarna alam ini sangat mudah dikenali, meski banyak motif warna namun secra garis besar tidak ada warna kain yang mencolok. Semua warna terlihat lebih kalem dan sedikit gelap, meski demikian tatap saja pesona kain songket ini memikat setiap mata yang memandangnya. “Khusus untuk motif bahan pewarna alam ini harga di Galery berbeda-beda ratenya berkisar Rp1,5-2,5 juta bergantung motif dan kerumitan pembuatannya,” kata Mardiah.

Selain mendapatkan ilmu menenun dan membuat bahan benang songket, hal lain yang bisa didapatkan anggota ketika bergabung dalam kampoeng tenun BNI ini bisa mendapatkan kemudahan akses pinjaman modal. Apalagi selami ini, mayoritas anggota sudah pernah mengambil pinajaman modal. BNI bisa mengucurkan pinjaman maksimal Rp5 juta untuk anggota, sementara untuk ketua kelompok maksimal Rp30 juta.

Karena jumalah anggotanya cukup banyak, tentu saja besaran kredit yang dikucurkan dari progam PKBL cukup besar, meski demikian, diakui Mardiah selama ini belum ada pembayaran yang macet ke BNI, sebab semua kelompok sudah memiliki kesepakatan dengan BNI, setiap pinjaman menggunakan sistem renteng. Artinya, semua resiko yang dilakukan kelompok seperti pembayaran tersendat atau sengaja tidak membayar semuanya ditanggung resiko oleh Ketua kelompok. Jaminan untuk pinjaman semua anggota juga dibebankan kepada ketua kelompok, makanya BNI memberikan kelonggaran besaran pinjaman kepada ketua kelompok.

Kini sudah enam tahun berjalan, semua pengrajin songket yang ada di Muara Penimbung bisa merasakan manfaat dan bisa mengembangkan usaha berkat keberadaan Kampoeng Tenun BNI yang dibangun melalui progam kemitraan dan bina lingkungan tahun 2010 lalu. Mardiah merupakan salah satu contoh dari ratusan anggota yang sudah sukses, dirinya sejauh ini sudah mampu menembus pangsa pasar songket hingga ke provinsi lain di Sumatra, Jakarta, Jawa hingga dunia International.

CEO BNI Regional Palembang Asmoro Hadi mengatakan, BNI akan terus konsen menjaga Kampong Tenun BNI yang ada di desa Muara Penimbung ini. Kampoeng tenun ini selain sudah terbukti bisa membantu pengrajin songket, juga merupakan Kampoeng BNI terbaik dibandingkan dengan Kampong BNI lain di Indonesia.

“Kami selalu memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan di Kampoeng Tenun BNI ini, agar jangan sampai aset berharga penggerak ekonomi masyarakat ini rusak. Baru-bari ini kami membuat trali beli untuk semua pintu dan jendela, agar produk kain tenun yang ada di Galery Kampoeng ini bisa terjamin dan terjaga perawatannya,” kata Asmoro.

Kedepan, keberadaan Kampoeng Tenun BNI harus bisa lebih meningkatkan lagi produktivitas para pengrajin songket di Indralaya. Kebesaran songket di Sumatra Selatan sudah terkenal sejak masa kerajaan sriwijaya, melalui program PKBL kami ingin terus ambil bagian dalam membantu melestarikan kerajinan yang menjadi penghasilan masyarakat ini. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar